Perajin Alas Kaki di Kota Mojokerto

MOJOKERTO - Jumlah perajin sepatu dan sandal di Kota Mojokerto tercatat paling banyak dibandingkan dengan kerajinan jenis lain, semisal batik cor kuningan maupun makanan dan minuman. Sehingga, banyak mulut yang tergantung dari usaha pembuatan alas kaki, mulai hulu sampai hilir.

Berdasarkan catatan Komite Pengusaha Alas Kaki (Kompak) Kota Mojokerto, jumlah perajin sepatu dan sandal di wilayah Kelurahan Miji saja lebih dari 200 orang. Jumlah ini hanya pemilik usahanya saja. Sedangkan, masing-masing pemilik usaha baik skala kecil apalagi skala besar pasti memiliki pekerja.

''Kalau dibuat rata-rata setiap juragan (istilah untuk pemilik usaha, Red) memiliki 5 pekerja saja, maka akan didapatkan 1.000 orang yang bekerja pada sektor produksi alas kaki,'' kata Emru Suhandak, ketua Kompak Kota Mojokerto.

Jumlah ini hanya untuk satu kelurahan saja. Dan masih banyak kelurahan lain yang juga memiliki banyak perajin sepatu, semisal Blooto, Surodinawan, Prajurot Kulon dan lainnya. ''Memang harus diakui yang paling banyak ya di kelurahan Miji, khususnya Kedungkwali,'' katanya.

Ini pun hanya ditinjau dari faktor produksi saja. Padahal, sebagai sebuah usaha, para pihak yang terlibat dalam kerajinan sepatu tidak hanya faktor produksi. ''Masih ada pihak penyedia bahan dasar, penyedia kulit, lem, sol sepatu sampai pemasaran produk,'' kata Emru lagi.

Kalau dihitung semuanya, maka mereka yang terlibat dalam produksi sepatu ini mencapai ribuan orang di Kota Mojokerto. Dari jumlah ini, anggota keluarga yang menggantungkan hidupnya pada home industri ini bisa empat kali lipatnya, andakata setiap pekerja pada home industri ini memiliki empat anggota keluarga lainnya.

Berdasarkan catatan yang dimiliki Bachtiar Fitanto, dari Local Governance Support Program (LGSP) di bidang UMKM, tercatat jumlah pekerja pada home industri sepatu dan sandal di Kota Mojokerto mencapai 3.210 orang. Bandingkan angka ini dengan jumlah perajin batik yang hanya tersisa sekitar 20 orang, yakni 10 orang di Kelurahan Gunung Gedangan dan sisanya 10 orang lainnya di Kelurahan Surodinawan.

Sehingga, dengan potensi besar ini yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa home industry sepatu di Kota Mojokerto tidak bisa berkembang laiknya home industry tas di Tanggulangin Sidoarjo?

''Di sini, masyarakat belum banyak yang memiliki kesadaran bahwa pasar lokal ternyata juga menjanjikan,'' kata Emru lagi.

Ia sendiri, termasuk pihak yang telah memprakarsai membuat showroom di rumahnya untuk menjajakan hasil kerajinan sepatu buatannya. ''Buktinya saya saja sampai sekarang bisa bertahan karena pasar lokal yakni asal Mojokerto yang datang ke showroom,'' kata Emru lagi.

Padahal, andai saja setiap perajin memiliki showroom di rumah masing-masing, maka akan ada ratusan showroom sepatu dan sandal yang tersebar di wilayah Kota Mojokerto. ''Nah, bila sudah banyak showroom seperti itu, maka saya yakin tanpa diminta pun orang akan berbondong-bondong ke Mojokerto untuk melihat bagaimana home industry sepatu ini berkembang pesat,'' katanya.

Apakah ini terkait dengan kualitas produksi? Emru menjelaskan sebenarnya masing-masing perajin sepatu dan sandal sudah memiliki standarisasi sendiri-sendiri. Ada perajin yang memang menjual dengan bahan dasar bagus sehingga hasil jualnya juga berkualitas. Sebaliknya, ada perajin yang memang membidik pangsa pasar menengah ke bawah sehingga hasil produknya sesuai dengan kelasnya. ''Ya, ada yang alusan, tapi juga ada yang tidak. Ini sudah sesuai dengan harga,'' katanya.

kami kutip dari radarmojokerto

Bisnis Mojokerto Lainnya